Kembar?? Aduh, jadi nyasar kan?! (Aku, Rana & Rani) 3

No Comments





PART III

* * *


Kamis Malam, Pukul 23.15

Aku sedang duduk di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi, badanku masih terasa lemas. Entah akibat bercinta dengan Rana, atau karena aku memang baru bangun tidur sejak pulang mengantar Rana tadi.


Ku nyalakan sebatang rokok, dalam setiap hisapannya seolah menyegarkan kembali ingatanku tentang pergumulan sore tadi. "Rana... gimana caranya ya biar bisa dapet yang lebih lagi?" bak orang bodoh aku bertanya pada diriku sendiri, sampai akhirnya anganku terusik.


Ku lirik layar hp ku yang ku letakkan di atas meja, ada panggilan masuk, tanpa nama dan sepertinya bukan nomor yang ku kenal. Awalnya ku abaikan, tapi saat panggilan itu masuk untuk kedua kalinya meski malas tapi ku jawab saja.
"Halo.."
"Iya halo.." jawabnya di ujung sana


Suara cewek, "Ini siapa?" tanyaku


"Coba tebak aja, kalo bisa nebak hebat deh" ujarnya dengan nada centil
"Ini kamu Ran?" aku coba menebak


"Hehe.." dia hanya tertawa,
"Berarti bener Rana nih" bathinku

"Kok tumben telfon malem gini?" tanyaku sekedar basa basi, sebenarnya Rana telfon pagi buta pun pasti ku usahakan menjawabnya
"Ya ga tumben lah, baru juga nelfon" jawabnya ketus
"Biasanya kan telfon kalo ada yang penting, ini malah telfon pake nomer baru tengah malem gini. Ada apaan?" tanyaku memastikan


"Yee, aku bukan Rana kali. Kayaknya lagi mikirin Rana ya, yaudah maaf ganggu!" ujarnya sewot sendiri, dan "tuttt..tuttt..tuttt..." telfon pun ditutup

Ternyata yang barusan itu Rani. Sial, aku salah mengira. Tapi memang aku masih belum bisa membedakan antara mereka berdua, apalagi hanya dari suaranya yang hampir sama. Mungkin yang berbeda hanya nada bicaranya, "Eh tapi kok bisa Rani telfon gua, darimana dapet nomer gua tu anak" bathinku penasaran

Langsung ku telfon balik saja, tak perlu menunggu lama Rani pun sudah menjawab telfonku.


"Apa..?" tanya Rani ketus
"Kamu kenapa sih, kok jadi sewot sendiri?"
"Siapa juga yang sewot, biasa aja" kilahnya
"Nah itu, jawabnya gitu, tadi juga telfon tau-tau dimatiin. Kenapa?" tanyaku
"Udah ah ga usah dibahas" jawabnya

Ku turuti saja apa maunya, heran aku, sikapnya itu aneh. Dan lebih anehnya, justru aku yang takut sendiri kalau Rani marah padaku. Entahlah..
"Kamu lagi ngapain kok belum tidur?" tanyaku membuka obrolan
"Lagi di kamar, sendirian, lagi bete" katanya
"Bete kenapa sih?"
"Gara-gara kamu tuh tadi ngajakin Rana ke rumahmu" jawab Rani dengan nada kesal


Aku agak kaget mendengar jawabannya, apa mungkin Rani tau atau malah Rana yang memberitahunya tentang apa yang sudah terjadi.


"Loh kok aku yang disalahin?" tanyaku berlagak polos
"Ya gara-gara ke rumahmu kan, Rana jadi dapet film horor dari kamu, sekarang lagi ditonton tuh barengan mamah. Pake ngerjain aku katanya film romance, bete aku masuk aja ke kamar. Eh malah dia sms nakut-nakutin aku, makannya aku telfon kamu" Rana menjelaskan panjang lebar
"Hahaha.." aku tertawa mendengar penjelasannya, "jadi gara-gara film horor?
"Malah ketawa, gak asik ahh.." kata Rani dengan nada manja

 

Singkat cerita, hampir 2 jam kami ngobrol lewat telfon. Bahkan saat Rana sudah masuk kamar pun Rani seperti tidak peduli, bahkan ucapannya semakin manja padaku. Sampai saat akan kami akhiri obrolan kami, Rani bertanya memastikan 

"Sabtu besok janji ya, anterin aku ke toko buku sama traktir makan"
"Iyaaa.." jawabku 


Rana sepertinya mendengar obrolan kami, dia ikut nyeletuk "Eh awas aja kalo aku ga di ajak" ancam Rana
Aku bingung harus jawab apa, justru Rani yang menjawab "Apaan sih lu, orang gua yang diajak kok yeee..."
"Loh, mas Rizky juga ga bakal keberatan gua ikut. Iya kan mas?" aku dengar Rana setengah berteriak disana


"Lu ih ga ngerti juga dibilangin ya" bentak Rani
"Ya udah, minggu aja gua ajak mas Rizky main" Rana meledek
"Ihh lu mah.." keluh Rani
"Ehh udah STOP!" teriakku lewat telfon, "loudspeaker dong Rani cantik" rayuku
"Udah tuh" kata Rani kesal
"Gini aja, sabtu besok pergi barengan aja biar adil. Aku juga ga enak kalo kalian ribut ga jelas, mending pergi barengan aja kan. Malah rame, aku juga tambah seneng, hehe" aku coba memberi solusi
"Woo maunya" Rani menggerutu, "Rakus emang!" Rana menimpali
"Nah terus?" tanyaku
"Oke deh" jawab Rana, "Yaudah oke" sambung Rani

Ku akhiri telfon dengan ucapan selamat tidur untuk mereka. Aku pun masuk ke dalam kamar, terfikir apa yang akan terjadi sabtu nanti bersama dua bidadari cantik Rana dan Rani....


* *


Jum'at Sore, Pukul 15.30

Aku sedang duduk di sebuah cafe bersama temanku Evan, sekedar ngobrol ngalor-ngidul tak karuan setelah sebelumnya membahas urusan pekerjaan dengan seorang owner distro. Ya, usahaku memang di bidang clothing. Home industri yang ku rintis sejak tahun lalu ini memang sedang berkembang, belum besar memang, tapi hasilnya sudah terbilang cukup untuk hidup mandiri. Gak perlu dijelasin lebih lanjut kan?

Oke kita balik ke cerita.


Sore itu suasana di sekitar cafe tidak terlalu ramai, meski berada di kompleks ruko perkantoran. Mungkin karena ini hari Jum'at, para karyawan kantor sudah banyak yang pulang lebih awal.

Aku dan Evan sudah berniat pulang saat tiba-tiba di tempat parkiran terdengar ribut-ribut, aku tak tau pasti apa masalahnya tapi yang ku lihat disana ada seorang laki-laki yang sepertinya sedang memarahi seorang wanita. Awalnya aku tak terlalu ambil pusing, tapi Evan temanku justru penasaran.
"Eh sob, tu ada orang ribut-ribut kenapa ya?" katanya penasaran
"Ya mana gua tau, lu tanya aja sendiri" jawabku cuek sambil menuju meja kasir


Selesai membayar aku langsung berbalik menuju pintu keluar, ternyata Evan sudah lebih dulu keluar dan terlihat menghampiri wanita tadi yang kini tinggal sendiri. Aku pun bergegas menyusulnya, mencoba untuk mencegah temanku yang konyol itu menambah masalah.
Ku lihat si pria yang tadi sudah ada di dalam mobil dan berlalu pergi. Ku hampiri wanita itu, sementara Evan sedang memunguti lembaran kertas yang berserakan. Mungkin milik wanita itu.
"Maaf tante, tante gak kenapa-kenapa?" tanyaku
"Enggak dik, makasih ya udah nolongin" kata si tante, walaupun yang sebenarnya menolong itu Evan sedangkan aku hanya berbasa-basi.
"Ini tante" Evan menyodorkan kertas yang dipungutinya tadi
Si tante tampak membolak-balik kertas tersebut, tampak raut wajahnya seperti sedang menanggung beban.


Aku dan Evan tau betul bahwa tidak etis rasanya jika kami bertanya permasalahan apa yang sedang dihadapinya.
"Oh iya tasku!" kata si tante seperti baru teringat akan sesuatu, lalu berlari ke arah deretan motor yang terparkir. Ternyata benar, sepertinya dia baru ingat bahwa tasnya tertinggal mungkin karena terburu-buru mengejar pria tadi.
Aku dan Evan masih memperhatikan si tante, saat tetes demi tetes gerimis mulai berjatuhan makin lama semakin deras. Reflek, kami pun berlari untuk berteduh di emperan ruko. Tak berapa lama si tante pun menyusul kami mencoba menghindari hujan, berdiri di sebelah kami sambil melihat lembaran kertas tadi yang sedikit basah terkena tetesan hujan.
Aku coba bertanya, "Itu lembar apa tante?"
"Ini.. laporan kerjaan dik" jawabnya acuh, masih membolak-balik kertas itu
"Basah ya tante?" tanyaku lagi
"Iya nih, tadi kering aja si bos ga mau nerima. Eh malah ketambahan sekarang basah" keluhnya
"Tante yang sabar, biasa orang mah banyak cobaan" kata Evan mencoba menghibur


Aku pun berniat pulang, karena memang sudah sore meski hujan masih belum reda. Tidak jadi masalah, karena aku membawa mobil kakakku kali ini.
"Kita pulang dulu ya tante, udah sore" pamitku
"Oh iya, tante belum mau pulang?" tanya Evan
"Nanti dik, tante biasa naik angkot jurusan w*****" jawabnya
"Kalo tante mau, kita bisa anterin tante kok kebetulan saya bawa mobil" tawarku
"Gak enak ah, baru kenal masa udah ngerepotin" alasan si tante
"Kan searah, jadi ga ngerepotin juga sih" kataku mencoba meyakinkan
"Bener gak ngerepotin dik?" tanya si tante
"Enggak kok tante" jawabku

Aku lalu mengambil mobilku, membawanya ke dekat emperan ruko agar si tante dan Evan tidak basah kuyup menerjang hujan.
"Makasih banget loh dik" ujar si tante yang duduk di jok belakang
"Iya tante, sama-sama" jawabku
"Oiya, nama kalian siapa? Kalo nama tante Ririn" katanya
"Saya Rizky tante" jawabku
"Kalo saya Evan" Evan menimpali

Singkat cerita, selama di perjalanan kami tak banyak bicara. Hanya sedikit curhatan tante Ririn, kalau dia sedang ada masalah dengan pria tadi yang ternyata adalah atasannya. Tante Ririn telat menyetorkan laporan bulanan, dan saat sudah selesai dan di setorkan justru atasannya tidak mau menerimanya.


Mobilku masuk ke sebuah jalan menuju kompleks perkampungan yang tak asing lagi bagiku, karena di jalur ini pula rumah Rana dan Rani bertempat.
"Mereka lagi ngapain ya" bathinku tiba-tiba teringat mereka, "mau mampir gak enak sama ortunya"

"Dik Rizky, berenti di depan situ ya. Kanan jalan yang gerbang merah" kata tante Ririn mengagetkanku yang sedang teringat Rana dan Rani
"I..iya tante" aku pun mengarahkan mobilku tepat sesuai instruksi tante Ririn
"Loh, ini kan..." aku baru sadar yang di tuju tante Ririn adalah rumah Rana dan Rani
"Kenapa dik, kok kayaknya kamu kaget gitu?" tanya tante Ririn
"Rumah tante disini?" aku balik bertanya
"Iya, betul" jawab tante Ririn
"Ini bukannya rumah Rana sama Rani ya, tante siapanya dong?" tanyaku
"Mereka itu anak tante, kamu kenal sama mereka?" sekarang tante Ririn yang balik bertanya


"Hahaha..." tiba-tiba Evan tertawa
Sontak aku dan tante Ririn pun menoleh ke arahnya.
Evan lalu berkata, "Bukan kenal lagi tante kalo si Rizky mah, orang dia kemaren nganter Rani sama Rana gantian pulang ke rumah sini kok"
Sial, aku mati kutu kali ini. Menyesal aku sudah bercerita pada Evan soal kejadian kemarin, tante Ririn pun tak kalah kagetnya. Dia menoleh ke arahku dengan pandangan yang tajam, lalu bertanya "Serius, beneran kamu yang nganter mereka kemarin?"
"Iya tante, nganter dari sekolah pulang ke rumah" jawabku panik
"Oalah, kemaren nganter anaknya, dua-duanya pula. Sekarang tinggal nganter emaknya" kata tante Ririn, "Tante akuin kamu hebat Ky, hahaha" lanjut tante Ririn sambil tertawa


"Tante ga marah?" tanyaku
"Loh buat apa marah, selama tujuannya baik sih gak jadi masalah" ujarnya
"Hehe" aku hanya nyengir saja, tanpa menjawab
"Andai tante Ririn tau apa yang ku lakukan pada anaknya, Rana" bathinku

"Tante turun dulu ya, makasih loh udah mau direpotin" ujar tante Ririn
"Iya tante, sama-sama" jawabku
Sementara Evan hanya tersenyum, lalu berkata "Rizky mah yang penting di restuin pasti rela kalau harus terus direpotin tante"
Tante Ririn tertawa renyah, aku cuma bisa salah tingkah.

Tante Ririn turun dari mobilku, dengan sedikit berlari kecil ke arah gerbang, membukanya, lalu menuju teras rumah.
Aku pun berlalu pergi, masih campur aduk rasanya pikiranku...



* *

Pukul 16.20, di Rumah Rana & Rani
Tante Ririn baru saja masuk ke dalam rumah, saat Rani bertanya "Kok tumben baru pulang mah?"
"Iya tadi ada urusan dulu sama atasan" jawab tante Ririn santai menutupi masalahnya
Rana yang baru keluar kamar lalu bertanya, "Itu mamah dianter naik mobil? Sama siapa mah?"
"Oh itu, mamah pulang bareng Rizky barusan ketemu di deket kantor"
"Rizky siapa?" tanya Rani
"Itu, Rizky yang kemarin nganter kalian pulang" tante Ririn coba menjelaskan
"Serius mah?" Rana kaget
"Kok bisa?" Rani penasaran
"Hahaha..." sementara tante Ririn justru tertawa melihat kedua anaknya kebingungan


* * *

Related Posts:

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p