PART V
* * *
Aku dan Rani masih mematung di posisi yang sama, dan aku yakin Rani pun sama kagetnya denganku mendengar suara dibalik pintu. Belum sempat aku berfikir, aku justru tambah dibuat panik saat tersadar kalau aku lupa mengunci pintu saking nafsunya.
"Anjrit, kunci pintunya malah masih diluar" umpatku dalam hati
Baru akan ku cabut penisku, "Glekk.." suara itu terdengar seirama dengan turunnya handle pintu depan kamarku.
Aku dan Rani sama-sama seperti terhipnotis, kehabisan akal, dan hanya bisa pasrah pada kepanikan yang kami rasakan.
"Oh shit! Kalian berdua... kamu dek.." Rana terlanjur membuka pintu
Entah bagaimana, penisku sudah terlepas dari lubang surga Rani, dan aku pun berusaha menenangkan Rana.
"Ran.." belum selesai kata-kataku Rana sudah memotong
"Stop! Gak perlu jelasin apa-apa, semua yang aku liat udah cukup jelas" bentaknya, "lu dek, gak nyangka gua.." lanjutnya giliran memarahi Rani
Ku lihat Rani sudah terduduk dengan kedua kaki di tekuk untuk menutupi dadanya, dan tangan memeluk lututnya sendiri, membuang muka tak mau memandang Rana.
"Lu ngapain coba dek gua tanya?" Rana sepertinya sangat marah
Lebih baik aku diam, ini urusan wanita, atau keluarga lebih tepatnya. Aku memilih menutup pintu setelah ku pindahkan kuncinya tentu saja, bahaya jika sampai tetanggaku tau.
"Gak nyangka gua dek, anak kesayangan mamah ternyata sama aja" Rana lanjut memarahi Rani
"Sama aja gimana?" Rani menjawab kali ini, "sama aja kayak lu maksudnya?"
"Emang gua kenapa?" Rana tak mau kalah
"Eh kak, lu gak usah munafik deh. Gua tau apa yang lu lakuin sama Doni mantan lu yang songong itu, lu asik sama dia di kamar mentang-mentang gua pergi kerja kelompok dan mamah belum pulang. Saking asiknya ampe lu gak sadar gua udah balik kan, gua diem selama ini. Gua tau, gua jaga perasaan lu" Rani balik memarahi Rana
"Loh lu kok?" Rana kaget, "tapi kan gak gini juga harusnya dek"
"Eh kak, lu aja bisa suka-suka gua gak protes. Kenapa sekarang lu marah sama gua?" tanya Rani menyelidik
"Siapa yang marah?" Rana berkilah
"Oh gua tau, lu cemburu ke gua? Iya? Gara-gara gua sama Rizky gitu?" Rani nenyudutkan Rana
"Udah lah, suka-suka kalian deh mau ngapain. Udah terlanjur, lanjutin aja silahkan" kata Rana sambil beranjak menuju ruang tengah rumahku
Rani diam, masih kesal dan shock sepertinya. Aku bingung, daritadi cuma bisa diam. Baru saja aku mau menyusul Rana ke belakang, Rani berkata "Kejar aja udah.." tapi dengan nada menyindir.
Tak ambil pusing, ku kejar Rana ke belakang. Di depan kamar mandi ku tarik tangannya, "Rana, tunggu.."
"Apaan sih" kata Rana, "masih kurang puas kamu sama Rani ampe ngejar aku?"
"Bukan gitu.." aku sendiri tak tau harus bilang apa
"Nah terus maksudmu apa nahan tanganku, mesum!" ujarnya sambil membuang muka
Aku baru sadar, akibat terlalu kuat menarik tangan Rana. Kini tangannya menempel di penisku yang sudah agak lemas karena masalah tadi.
"Eh sory.." aku salah tingkah, tapi tidak dengan penisku yang justru mengeras akibat bersentuhan dengan tangan Rana.
"Awas" kata Rana sambil menarik tangannya
"Rana, tolong dengerin.." aku memohon
"Eh udah, tuh Rani kasian dikacangin" ujarnya cuek, "ngapain juga ngikutin aku"
"Ya aku tau kamu marah Ran"
"Aku mau ke kamar mandi" katanya, "Bukan gara-gara marah atau apa. Dari awal niatku mampir itu mau numpang ke kamar mandi, udah kebelet sama sekalian mau ganti pembalut, risih"
"Ohh.." aku sedikit lega
"Ngapain senyam-senyum mesum gitu?" Rani sinis
"Hehe.." aku tersenyum salah tingkah
Rana masuk ke kamar mandi, aku pun berjalan kembali ke kamarku. Ku kihat Rani sedang berusaha mengenakan kembali pakaiannya, sudah pasti aku mencegahnya. "Bakalan kentang ini, kalo Rani bete dan Rana lagi dapet, masa iya gua harus nyabun" itu lah yang ada di pikiranku.
"Rani, udah lah yang tadi lupain aja" bujukku
"Iya aku bakal lupain kok" jawab Rani datar, "Lupa kalo aku udah lepas keperawananku ke orang yang lebih milih sodara kembarku"
"Yelah marah aja pake giliran" aku menanggapinya santai
"Gak lucu" kata Rani sinis
"Siapa juga yang ngelawak" kataku
Rani tidak peduli, dia masih berusaha memakai bra setelah CD-nya sudah menutupi kembali selakangannya.
Ku coba bisikkan sesuatu,
"Aku tau selama ini kamu banyak ngalah sama Rana, kamu lebih banyak dirumah kan. Bantu mamahmu, buat main bareng temen aja kamu jarang" kataku coba mempengaruhinya
"Kamu itu bukan kurang gaul, kamu cuma gak punya kesempatan buat ngelakuin semua yang kamu pengen. Gak kayak Rana yang seenaknya sendiri" lanjutku
"Maksudmu apa?" Rani mulai terpancing
"Ya kenapa gak sekalian aja kamu tunjukin ke Rana, kalo kamu juga bisa bebas jalanin yang kamu mau. Kamu bisa tunjukkin ke dia, kamu bukan kalah selama ini. Kamu bisa bales dia secara alus" hasutku lagi
"Caranya?" Rani penasaran
"Ya kita lanjutin apa yang kita mulai, aku jamin kalo gak risih ya pasti gondok dia. Toh udah terlanjur juga kan semuanya" kataku
Rani tampak ragu, bra yang hanya tinggal memasang kait pun tak jadi ia kenakan.
"Rana gak seagresif kamu, kamu lebih liar daripada dia" aku coba memanasinya
Rani tambah bingung, "Darimana kamu tau?"
"Menurutmu Kamis sore aku sama dia disini ngapain?" aku makin mempeemainkan pikirannya
Rana tampak kaget, tapi aku tak begitu peduli, aku yakin siasatku berjalan mulus. Ku pegang bahunya, ku rebahkan dia untuk kedua kalinya. Ku tarik lepas bra yang belum selesai dia pakai, tak ada penolakan tapi juga tanpa respon.
Aku beranjak sebentar untuk mengunci pintu depan, ku cabut kuncinya dan ku letakkan di atas kasur.
Saat kembali ku hampiri Rani, ku lihat tatapan sayunya seolah menunggu dijamah olehku.
Ku tindih tubuhnya, ku kecup bibirnya. Saat terdengar langkah Rana menuju kamarku, Rani langsung mendekapku erat. Dilumatnya bibirku hingga aku gelagapan, tanganku berusaha melepaskan CD-nya sebisaku, hanya sebatas paha. Namun Rani sepertinya bisa melepasnya dengan kakinya sendiri.
Cumbuanku berpindah ke dadanya, sementara jari tanganku memainkan peran untuk merangsang vagina Rani. Meski sudah basah, aku tetap melakukan foreplay untuk membuatnya rileks.
Ku gigit-gigit kecil putingnya yang mengacung tegak, payudara ranumnya yang masih merah akibat remasanku tadi pun tak luput dari jamahan bibir dan lidahku. Tanganku berpindah meremas dada Rani, kami kembali berciuman sambil ku posisikan penisku tepat di depan lubang vaginanya.
Belum sempat ku dorong penisku, Rani justru mendorong tubuhku ke samping. Aku bingung saat itu.
"Gantian.." kata Rani sambil mengerlingkan mata indahnya
Ku turuti saja apa maunya, dan saat aku menoleh ternyata Rana sudah berdiri di depan pintu pembatas kamarku dengan ruang tengah. Tampak sekali dia serius mengamati apa yang adiknya lakukan terhadapku. Ku rasakan penisku masuk ke dalam benda basah dan dihisap kuat. Aku melirik ke bawah, ternyata Rani sudah melahap penisku dengan mulutnya. "Ouhhh.. sshh.." aku hanya bisa melenguh menikmati sensasi itu, hisapan dan kocokannya benar-benar membuatku ngilu. Tapi sebentar, ada yang berbeda dengan Rani saat ini. Terasa sekali dia berusaha memuaskanku lebih baik lagi, apa sejak tadi dia sudah menyadari keberadaan Rana? Entahlah, yang pasti ini terasa bagai anugerah untukku.
Mendapatkan servis yang luar biasa dari seorang cewek cantik, dengan ditonton langsung oleh kakak kandungnya yang tak kalah cantik dan juga sama-sama pernah memuaskanku 2 hari lalu.. Bayangkan.. Sensasinya sungguh luar biasa.
Aku menarik penisku dari mulut Rani, bahaya jika pertahananku jebol sebelum acara inti. Rani tau apa mauku, dia merangkak naik mengangkangi penisku. Dengan bertumpu pada kedua lututnya, diarahkannya penisku memasuki lubang surganya. Perlahan Rani menurunkan pinggulnya, penisku serasa diremas oleh vaginanya. "Akhh..." pekik Rani, sepertinya dia pun menikmatinya. Belum ada gerakan tubuh dari kami, tapi di dalam sana otot vagina Rani sepertinya sengaja mepermainkan penisku. Aku hanya bisa merem melek dibuatnya.
Dengan tempo pelan Rani mulai menaik turunkan pinggulnya, aku membatunya dengan memegang pinggangnya. Perlahan tempo goyangan Rani mulai naik, aku merespon dengan gerakan berlawanan. Ku tusukkan penisku saat pinggul Rani bergerak turun.
"Ahhh.. ahhh.. ahhh..." desah Rani seirama dengan gerakannya
Rani benar-benar liar, berbagai variasi gerakan dicobanya, naik turun, maju mundur, sampai gaya ngulek yang membuatku ngilu pun dia praktekkan.
Gerakannya makin cepat, tangannya menahan tanganku, mengarahkannya agar meremas payudaranya. Tiba-tiba direbahkannya tubuhnya diatas tubuhku, dia berbisik lirih "shhh.. bantuin masshh.. aku hampir keluar.. hmmpphh.."
Tanganku menahan pinggulnya agak keatas, ku kocok cepat penisku di vaginanya.
"Akhhh.. akhhhh.. ohhhh mass.... " erang Rani
Ku jilat telinga Rani, "ouuhh.. geliii..." Rani memekik
Makin cepat gerakanku, tubuh Rani mengejang, tangannya mendekapku erat, "Ouhhh.. hhmmpphhhh... " erangnya tertahah
Disaat yang sama aku juga mengerang, "Aduhh.. auwww..."
"Eh mass.. kamuh.. keluar juga tadi.. shh.." tanya Rani dengan nafas tersengal
"Keluar darah mah iya" jawabku kesal, "aku teriak mah gara-gara kamu gigit keherku"
"Uppss.. sory, hahaha" ujar Rana sambil tertawa
Aku pun ikut tertawa, hampir lupa kalau dikamarku ada Rana juga.
"Asik ya yang lagi mengumbar nafsu" sindir Rana, "aku nih bingung mamah udah sms mulu daritadi"
"Beneran kak?" tanya Rani sambil mengecek hp-nya "wah iya nih udah ditungguin suruh pulang"
"Ya udah pulang yuk, kemaleman nih" ajak Rana
"Eh sembarangan, terus nasibku?" aku pun protes
"Ya udah kelarin gih" kata Rana
Aku pun melanjutkan permainan, tanpa basa basi langsung saja ku ambil posisi missionary. Ku masukkan penisku tanpa basa basi lagi kali ini, mulai ku goyang pinggulku. Rani tampak menggigit bibir bawahnya, tak bersuara, hanya ekspresi wajahnya benar-benar menggairahkan.
"Ehh lu apa-apaan kak?" pekik Rani kaget
Ternyata Rana sedang merekam pergumulan kami, aku sih cuek dan tetap berkonsentrasi pada gerakanku. Tapi Rani merasa risih sepertinya, memang gila Rana ini. Bayangkan saja, dia asik merekam adegan mesum saudara kembarnya sendiri dengan seorang yang juga pernah menyetubuhinya.
Rani menutupi wajahnya, Rana merekamnya dari arah samping hingga aku cukup yakin kalau wajahku tidak terekspose. Yang terjadi berikutnya justru lebih gila lagi, tangan kiri Rana meraih tangan Rani mencoba menyingkirkannya agar wajah Rani terlihat. Rani mencoba bertahan, "apaan sih lu kak" hanya itu yang dia ucapkan.
"Wii horny berat kayaknya lu dek" kata Rana sambil memencet-mencet puting Rani
"Ihh kak awas geli tau" Rani menyingkirkan tangan Rana
"Nah kan keliatan mukanya, haha" ejek Rana, "Geli apa enak? Atau geli-geli enak?" lanjut Rana meledek Rani
Rani tidak menjawab, tangannya tak lagi menutupi wajahnya. Dia menghadap ke samping kiri menghindari kamera, matanya terpejam.
Melihat tingkah mereka benar-benar membuatku makin bernafsu untuk segera mengakhiri pergumulan ini. Ku tarik Rana mendekat ke arahku, ku raih lehernya lalu ku cium bibirnya. Rana gelagapan, tapi tangan kanannya masih bisa merekam adegan ciuman kami. Ku arahkan tangan kiri Rana agar menyentuh payudara Rani, dan Rana pun sudah tau tugasnya, dia remas payudara Rani sementara bibirnya masih beradu dengan bibirku. Ku gunakan tangan kananku untuk merangsang klitoris Rani, mendapat rangsangan dari aku dan Rana sekaligus membuat Rani belingsatan.
Dan Rani pun mendapatkan orgasmenya lagi, "Ngghhh.. akhhh..." dia menjerit kecil
Tangannya menarik tangan Rana hingga Rana pun kehilangan keseimbangan lalu jatuh di atas tubuh Rani hp-nya terlepas dari genggaman.
Aku yang memang paling tak tahan merasakan remasan vagina yang sedang orgasme pun tak bisa bertahan lagi, setelah tusukan penuh dengan RPM tinggi ku cabut penisku. Ku raih tangan Rana untuk mengocok penisku, dan "Arrggghhhh..." spermaku menyembur deras, entah berapa kali tembakan. Yang pasti badanku serasa tak bertulang, lemas. Ku rebahkan tubuhku di samping mereka.
"Sialan! Yang ngentot siapa, aku yang kecipratan sperma" Rana menggerutu
"Hahaha" aku hanya tertawa mendengarnya
"Sukurin lu, iseng sih jadi orang" ejek Rani
Sementara Rana hanya diam dengan wajah yang tampak kesal.
* *
Pukul 18.30, di Rumah Rana & Rani
Tante Ririn tampak gelisah menunggu kedua anak gadisnya yang belum juga pulang ke rumah.
"Lagi pada ngapain sih susah dihubungin, jam segini belum pulang" gumamnnya
Tante Ririn mengambil hp, mencoba menelfon Rani.
"Halo dek.."
"Iya mah. Ini udah mau pulang" alasan Rani
"Ngapain aja sih dihubungin susah?" tanya tante Ririn
"Anu itu mah.. abis main kuda-kudaan.. eh.." Rani salah tingkah sendiri
"Ha? Kuda-kudaan?" tante Ririn bingung
"I..iya kuda-kudaan di timezone itu loh mah.." jawab Rani berbohong
"Aduh dek, udah gede kok masih main gituan" tante Ririn tidak tau kuda-kudaan yang dimaksud anaknya itu seperti apa.
"Kakak juga belum pulang nih, kemana ya?" lanjut tante Ririn
"Nih sama aku, kita barengan kok mah tenang aja" jawab Rani meyakinkan mamahnya
"Kalian main kuda-kudaan bareng tadi?" tanya tante Ririn lagi
"Enggak, kak Rana cuma nonton kok" jawab Rani dengan makna tersirat
"Oh ya udah, mamah tunggu ya" tutup tante Ririn
"Oke mah, bye" Rani mengakhiri pembicaraan.
Tante Ririn merasa lega karena anaknya baik-baik saja.
Dan ditempat lain, kedua anaknya pun merasa lega karena mamahnya tidak curiga dengan kuda-kudaan yang mereka mainkan bersama Rizky, pemuda yang pernah menolongnya.
* * *
* * *
Aku dan Rani masih mematung di posisi yang sama, dan aku yakin Rani pun sama kagetnya denganku mendengar suara dibalik pintu. Belum sempat aku berfikir, aku justru tambah dibuat panik saat tersadar kalau aku lupa mengunci pintu saking nafsunya.
"Anjrit, kunci pintunya malah masih diluar" umpatku dalam hati
Baru akan ku cabut penisku, "Glekk.." suara itu terdengar seirama dengan turunnya handle pintu depan kamarku.
Aku dan Rani sama-sama seperti terhipnotis, kehabisan akal, dan hanya bisa pasrah pada kepanikan yang kami rasakan.
"Oh shit! Kalian berdua... kamu dek.." Rana terlanjur membuka pintu
Entah bagaimana, penisku sudah terlepas dari lubang surga Rani, dan aku pun berusaha menenangkan Rana.
"Ran.." belum selesai kata-kataku Rana sudah memotong
"Stop! Gak perlu jelasin apa-apa, semua yang aku liat udah cukup jelas" bentaknya, "lu dek, gak nyangka gua.." lanjutnya giliran memarahi Rani
Ku lihat Rani sudah terduduk dengan kedua kaki di tekuk untuk menutupi dadanya, dan tangan memeluk lututnya sendiri, membuang muka tak mau memandang Rana.
"Lu ngapain coba dek gua tanya?" Rana sepertinya sangat marah
Lebih baik aku diam, ini urusan wanita, atau keluarga lebih tepatnya. Aku memilih menutup pintu setelah ku pindahkan kuncinya tentu saja, bahaya jika sampai tetanggaku tau.
"Gak nyangka gua dek, anak kesayangan mamah ternyata sama aja" Rana lanjut memarahi Rani
"Sama aja gimana?" Rani menjawab kali ini, "sama aja kayak lu maksudnya?"
"Emang gua kenapa?" Rana tak mau kalah
"Eh kak, lu gak usah munafik deh. Gua tau apa yang lu lakuin sama Doni mantan lu yang songong itu, lu asik sama dia di kamar mentang-mentang gua pergi kerja kelompok dan mamah belum pulang. Saking asiknya ampe lu gak sadar gua udah balik kan, gua diem selama ini. Gua tau, gua jaga perasaan lu" Rani balik memarahi Rana
"Loh lu kok?" Rana kaget, "tapi kan gak gini juga harusnya dek"
"Eh kak, lu aja bisa suka-suka gua gak protes. Kenapa sekarang lu marah sama gua?" tanya Rani menyelidik
"Siapa yang marah?" Rana berkilah
"Oh gua tau, lu cemburu ke gua? Iya? Gara-gara gua sama Rizky gitu?" Rani nenyudutkan Rana
"Udah lah, suka-suka kalian deh mau ngapain. Udah terlanjur, lanjutin aja silahkan" kata Rana sambil beranjak menuju ruang tengah rumahku
Rani diam, masih kesal dan shock sepertinya. Aku bingung, daritadi cuma bisa diam. Baru saja aku mau menyusul Rana ke belakang, Rani berkata "Kejar aja udah.." tapi dengan nada menyindir.
Tak ambil pusing, ku kejar Rana ke belakang. Di depan kamar mandi ku tarik tangannya, "Rana, tunggu.."
"Apaan sih" kata Rana, "masih kurang puas kamu sama Rani ampe ngejar aku?"
"Bukan gitu.." aku sendiri tak tau harus bilang apa
"Nah terus maksudmu apa nahan tanganku, mesum!" ujarnya sambil membuang muka
Aku baru sadar, akibat terlalu kuat menarik tangan Rana. Kini tangannya menempel di penisku yang sudah agak lemas karena masalah tadi.
"Eh sory.." aku salah tingkah, tapi tidak dengan penisku yang justru mengeras akibat bersentuhan dengan tangan Rana.
"Awas" kata Rana sambil menarik tangannya
"Rana, tolong dengerin.." aku memohon
"Eh udah, tuh Rani kasian dikacangin" ujarnya cuek, "ngapain juga ngikutin aku"
"Ya aku tau kamu marah Ran"
"Aku mau ke kamar mandi" katanya, "Bukan gara-gara marah atau apa. Dari awal niatku mampir itu mau numpang ke kamar mandi, udah kebelet sama sekalian mau ganti pembalut, risih"
"Ohh.." aku sedikit lega
"Ngapain senyam-senyum mesum gitu?" Rani sinis
"Hehe.." aku tersenyum salah tingkah
Rana masuk ke kamar mandi, aku pun berjalan kembali ke kamarku. Ku kihat Rani sedang berusaha mengenakan kembali pakaiannya, sudah pasti aku mencegahnya. "Bakalan kentang ini, kalo Rani bete dan Rana lagi dapet, masa iya gua harus nyabun" itu lah yang ada di pikiranku.
"Rani, udah lah yang tadi lupain aja" bujukku
"Iya aku bakal lupain kok" jawab Rani datar, "Lupa kalo aku udah lepas keperawananku ke orang yang lebih milih sodara kembarku"
"Yelah marah aja pake giliran" aku menanggapinya santai
"Gak lucu" kata Rani sinis
"Siapa juga yang ngelawak" kataku
Rani tidak peduli, dia masih berusaha memakai bra setelah CD-nya sudah menutupi kembali selakangannya.
Ku coba bisikkan sesuatu,
"Aku tau selama ini kamu banyak ngalah sama Rana, kamu lebih banyak dirumah kan. Bantu mamahmu, buat main bareng temen aja kamu jarang" kataku coba mempengaruhinya
"Kamu itu bukan kurang gaul, kamu cuma gak punya kesempatan buat ngelakuin semua yang kamu pengen. Gak kayak Rana yang seenaknya sendiri" lanjutku
"Maksudmu apa?" Rani mulai terpancing
"Ya kenapa gak sekalian aja kamu tunjukin ke Rana, kalo kamu juga bisa bebas jalanin yang kamu mau. Kamu bisa tunjukkin ke dia, kamu bukan kalah selama ini. Kamu bisa bales dia secara alus" hasutku lagi
"Caranya?" Rani penasaran
"Ya kita lanjutin apa yang kita mulai, aku jamin kalo gak risih ya pasti gondok dia. Toh udah terlanjur juga kan semuanya" kataku
Rani tampak ragu, bra yang hanya tinggal memasang kait pun tak jadi ia kenakan.
"Rana gak seagresif kamu, kamu lebih liar daripada dia" aku coba memanasinya
Rani tambah bingung, "Darimana kamu tau?"
"Menurutmu Kamis sore aku sama dia disini ngapain?" aku makin mempeemainkan pikirannya
Rana tampak kaget, tapi aku tak begitu peduli, aku yakin siasatku berjalan mulus. Ku pegang bahunya, ku rebahkan dia untuk kedua kalinya. Ku tarik lepas bra yang belum selesai dia pakai, tak ada penolakan tapi juga tanpa respon.
Aku beranjak sebentar untuk mengunci pintu depan, ku cabut kuncinya dan ku letakkan di atas kasur.
Saat kembali ku hampiri Rani, ku lihat tatapan sayunya seolah menunggu dijamah olehku.
Ku tindih tubuhnya, ku kecup bibirnya. Saat terdengar langkah Rana menuju kamarku, Rani langsung mendekapku erat. Dilumatnya bibirku hingga aku gelagapan, tanganku berusaha melepaskan CD-nya sebisaku, hanya sebatas paha. Namun Rani sepertinya bisa melepasnya dengan kakinya sendiri.
Cumbuanku berpindah ke dadanya, sementara jari tanganku memainkan peran untuk merangsang vagina Rani. Meski sudah basah, aku tetap melakukan foreplay untuk membuatnya rileks.
Ku gigit-gigit kecil putingnya yang mengacung tegak, payudara ranumnya yang masih merah akibat remasanku tadi pun tak luput dari jamahan bibir dan lidahku. Tanganku berpindah meremas dada Rani, kami kembali berciuman sambil ku posisikan penisku tepat di depan lubang vaginanya.
Belum sempat ku dorong penisku, Rani justru mendorong tubuhku ke samping. Aku bingung saat itu.
"Gantian.." kata Rani sambil mengerlingkan mata indahnya
Ku turuti saja apa maunya, dan saat aku menoleh ternyata Rana sudah berdiri di depan pintu pembatas kamarku dengan ruang tengah. Tampak sekali dia serius mengamati apa yang adiknya lakukan terhadapku. Ku rasakan penisku masuk ke dalam benda basah dan dihisap kuat. Aku melirik ke bawah, ternyata Rani sudah melahap penisku dengan mulutnya. "Ouhhh.. sshh.." aku hanya bisa melenguh menikmati sensasi itu, hisapan dan kocokannya benar-benar membuatku ngilu. Tapi sebentar, ada yang berbeda dengan Rani saat ini. Terasa sekali dia berusaha memuaskanku lebih baik lagi, apa sejak tadi dia sudah menyadari keberadaan Rana? Entahlah, yang pasti ini terasa bagai anugerah untukku.
Mendapatkan servis yang luar biasa dari seorang cewek cantik, dengan ditonton langsung oleh kakak kandungnya yang tak kalah cantik dan juga sama-sama pernah memuaskanku 2 hari lalu.. Bayangkan.. Sensasinya sungguh luar biasa.
Aku menarik penisku dari mulut Rani, bahaya jika pertahananku jebol sebelum acara inti. Rani tau apa mauku, dia merangkak naik mengangkangi penisku. Dengan bertumpu pada kedua lututnya, diarahkannya penisku memasuki lubang surganya. Perlahan Rani menurunkan pinggulnya, penisku serasa diremas oleh vaginanya. "Akhh..." pekik Rani, sepertinya dia pun menikmatinya. Belum ada gerakan tubuh dari kami, tapi di dalam sana otot vagina Rani sepertinya sengaja mepermainkan penisku. Aku hanya bisa merem melek dibuatnya.
Dengan tempo pelan Rani mulai menaik turunkan pinggulnya, aku membatunya dengan memegang pinggangnya. Perlahan tempo goyangan Rani mulai naik, aku merespon dengan gerakan berlawanan. Ku tusukkan penisku saat pinggul Rani bergerak turun.
"Ahhh.. ahhh.. ahhh..." desah Rani seirama dengan gerakannya
Rani benar-benar liar, berbagai variasi gerakan dicobanya, naik turun, maju mundur, sampai gaya ngulek yang membuatku ngilu pun dia praktekkan.
Gerakannya makin cepat, tangannya menahan tanganku, mengarahkannya agar meremas payudaranya. Tiba-tiba direbahkannya tubuhnya diatas tubuhku, dia berbisik lirih "shhh.. bantuin masshh.. aku hampir keluar.. hmmpphh.."
Tanganku menahan pinggulnya agak keatas, ku kocok cepat penisku di vaginanya.
"Akhhh.. akhhhh.. ohhhh mass.... " erang Rani
Ku jilat telinga Rani, "ouuhh.. geliii..." Rani memekik
Makin cepat gerakanku, tubuh Rani mengejang, tangannya mendekapku erat, "Ouhhh.. hhmmpphhhh... " erangnya tertahah
Disaat yang sama aku juga mengerang, "Aduhh.. auwww..."
"Eh mass.. kamuh.. keluar juga tadi.. shh.." tanya Rani dengan nafas tersengal
"Keluar darah mah iya" jawabku kesal, "aku teriak mah gara-gara kamu gigit keherku"
"Uppss.. sory, hahaha" ujar Rana sambil tertawa
Aku pun ikut tertawa, hampir lupa kalau dikamarku ada Rana juga.
"Asik ya yang lagi mengumbar nafsu" sindir Rana, "aku nih bingung mamah udah sms mulu daritadi"
"Beneran kak?" tanya Rani sambil mengecek hp-nya "wah iya nih udah ditungguin suruh pulang"
"Ya udah pulang yuk, kemaleman nih" ajak Rana
"Eh sembarangan, terus nasibku?" aku pun protes
"Ya udah kelarin gih" kata Rana
Aku pun melanjutkan permainan, tanpa basa basi langsung saja ku ambil posisi missionary. Ku masukkan penisku tanpa basa basi lagi kali ini, mulai ku goyang pinggulku. Rani tampak menggigit bibir bawahnya, tak bersuara, hanya ekspresi wajahnya benar-benar menggairahkan.
"Ehh lu apa-apaan kak?" pekik Rani kaget
Ternyata Rana sedang merekam pergumulan kami, aku sih cuek dan tetap berkonsentrasi pada gerakanku. Tapi Rani merasa risih sepertinya, memang gila Rana ini. Bayangkan saja, dia asik merekam adegan mesum saudara kembarnya sendiri dengan seorang yang juga pernah menyetubuhinya.
Rani menutupi wajahnya, Rana merekamnya dari arah samping hingga aku cukup yakin kalau wajahku tidak terekspose. Yang terjadi berikutnya justru lebih gila lagi, tangan kiri Rana meraih tangan Rani mencoba menyingkirkannya agar wajah Rani terlihat. Rani mencoba bertahan, "apaan sih lu kak" hanya itu yang dia ucapkan.
"Wii horny berat kayaknya lu dek" kata Rana sambil memencet-mencet puting Rani
"Ihh kak awas geli tau" Rani menyingkirkan tangan Rana
"Nah kan keliatan mukanya, haha" ejek Rana, "Geli apa enak? Atau geli-geli enak?" lanjut Rana meledek Rani
Rani tidak menjawab, tangannya tak lagi menutupi wajahnya. Dia menghadap ke samping kiri menghindari kamera, matanya terpejam.
Melihat tingkah mereka benar-benar membuatku makin bernafsu untuk segera mengakhiri pergumulan ini. Ku tarik Rana mendekat ke arahku, ku raih lehernya lalu ku cium bibirnya. Rana gelagapan, tapi tangan kanannya masih bisa merekam adegan ciuman kami. Ku arahkan tangan kiri Rana agar menyentuh payudara Rani, dan Rana pun sudah tau tugasnya, dia remas payudara Rani sementara bibirnya masih beradu dengan bibirku. Ku gunakan tangan kananku untuk merangsang klitoris Rani, mendapat rangsangan dari aku dan Rana sekaligus membuat Rani belingsatan.
Dan Rani pun mendapatkan orgasmenya lagi, "Ngghhh.. akhhh..." dia menjerit kecil
Tangannya menarik tangan Rana hingga Rana pun kehilangan keseimbangan lalu jatuh di atas tubuh Rani hp-nya terlepas dari genggaman.
Aku yang memang paling tak tahan merasakan remasan vagina yang sedang orgasme pun tak bisa bertahan lagi, setelah tusukan penuh dengan RPM tinggi ku cabut penisku. Ku raih tangan Rana untuk mengocok penisku, dan "Arrggghhhh..." spermaku menyembur deras, entah berapa kali tembakan. Yang pasti badanku serasa tak bertulang, lemas. Ku rebahkan tubuhku di samping mereka.
"Sialan! Yang ngentot siapa, aku yang kecipratan sperma" Rana menggerutu
"Hahaha" aku hanya tertawa mendengarnya
"Sukurin lu, iseng sih jadi orang" ejek Rani
Sementara Rana hanya diam dengan wajah yang tampak kesal.
* *
Pukul 18.30, di Rumah Rana & Rani
Tante Ririn tampak gelisah menunggu kedua anak gadisnya yang belum juga pulang ke rumah.
"Lagi pada ngapain sih susah dihubungin, jam segini belum pulang" gumamnnya
Tante Ririn mengambil hp, mencoba menelfon Rani.
"Halo dek.."
"Iya mah. Ini udah mau pulang" alasan Rani
"Ngapain aja sih dihubungin susah?" tanya tante Ririn
"Anu itu mah.. abis main kuda-kudaan.. eh.." Rani salah tingkah sendiri
"Ha? Kuda-kudaan?" tante Ririn bingung
"I..iya kuda-kudaan di timezone itu loh mah.." jawab Rani berbohong
"Aduh dek, udah gede kok masih main gituan" tante Ririn tidak tau kuda-kudaan yang dimaksud anaknya itu seperti apa.
"Kakak juga belum pulang nih, kemana ya?" lanjut tante Ririn
"Nih sama aku, kita barengan kok mah tenang aja" jawab Rani meyakinkan mamahnya
"Kalian main kuda-kudaan bareng tadi?" tanya tante Ririn lagi
"Enggak, kak Rana cuma nonton kok" jawab Rani dengan makna tersirat
"Oh ya udah, mamah tunggu ya" tutup tante Ririn
"Oke mah, bye" Rani mengakhiri pembicaraan.
Tante Ririn merasa lega karena anaknya baik-baik saja.
Dan ditempat lain, kedua anaknya pun merasa lega karena mamahnya tidak curiga dengan kuda-kudaan yang mereka mainkan bersama Rizky, pemuda yang pernah menolongnya.
* * *