8 tahun yang lalu aku hanya seorang remaja putri yang innocent. Di usiaku yang baru 15
tahun saat itu, seks tak pernah ada dalam pikiranku. Cowok hanya sekedar
ketertarikan visual atau paling tidak karena didasari oleh keingin-tahuan semata. Apa
memangnya yang diharapkan dari seorang siswi yang baru masuk SMA? Di masa-masa
itu justru kami perempuan yang sedang beranjak dewasa justru lebih tertarik dengan
diri sendiri. Kami lebih sering mematut-matut diri di depan cermin dibandingkan dengan
berkhayal berhubungan intim dengan laki-laki. Masturbasi? Tentu saja aku pernah
melakukan itu, tapi bukan lantaran syahwat antar jenis kelamin, sekedar hasrat mencari
kenikmatan dari tubuhku sendiri. Lagi pula, rasa-rasanya cowok-cowok seusia kami pun
tidak jauh berbeda. Jika mereka berbicara soal onani, aku pikir mereka hanya sedang
membicarakan dirinya sendiri. Sepertinya aku belum pernah mendengar teman laki-laki
diantara kami berbicara tentang seks, terkecuali dalam konteks bercanda atau sekedar
berulah nakal.
Aku sendiri lebih sering menghabiskan waktu di depan cermin bertelanjang seusai mandi,
hanya untuk memperhatikan perubahan di tubuhku yang rasanya tumbuh lambat sekali.
Tak jarang aku mengukur cembung payudaraku, atau terkadang meminjam tanpa izin bra
kakak perempuanku yang ukuran cup-nya lebih besar, berharap kedua payudaraku yang
tidak cukup besar itu lekas seukuran dengan bra perempuan dewasa. Sekali pun di depan
cermin aku seringkali merasa minder, namun aku tetap merasa sangat bangga jika aku
sudah berada diantara teman-teman atau orang lain.
Berbicara soal laki-laki dan tubuhku, ada sebuah peristiwa yang sedikitnya membuat
kepribadianku berubah.
Tidak biasanya, di hari Kamis itu aku pulang sekolah lebih awal. Sebelumnya, Ibu
menghubungi pihak sekolah untuk meminta izin agar aku bisa meninggalkan kegiatan
belajar karena bibi dekatku sedang lahiran dan aku diminta untuk membantu beberapa
hal di rumah sakit bersalin.
Karena tak ada seorang pun di rumah yang bisa menjemputku, akhirnya aku memutuskan
untuk menyetop angkot di depan sekolah. Pagi hari di jam belajar itu, jalan di depan
gerbang sekolah terlihat lengang. Aku memberhentikan salah satu angkot yang lewat. Di
dalam hanya ada seorang ibu-ibu yang duduk di kursi sebelah kanan angkot. Aku memilih
duduk di bangku sebelah kiri yang kosong. Tak berselang lama setelah aku duduk,
tiba-tiba naik pula seorang pemuda. Seperti tanpa berpikir apa-apa, dia langsung duduk
di sebelahku.
"Ganteng, kayak bule." Gumamku dalam hati. Layaknya cewek SMA, yang pertama kali
aku perhatikan ketika dia masuk adalah wajahnya. Aku pikir, melihat dari pakaian dan
tas yang dikenakannya, dia sepertinya seorang anak kuliahan.
Angkot pun melaju pelan meninggalkan gerbang sekolah.
"Hum hum hum." Kudengar penumpang yang berada di sebelahku ini bersenandung dengan
dua earphone putih tertancap di kedua telinganya. Harum wangi parfum dan sabun mandi
cowok tercium di hidungku. Dari rambut kelimis dan lengan terbukanya yang dingin
menyentuh lenganku pastilah kakak mahasiswa ini baru mandi. Sesekali, lenganku yang
tak tertutupi terasa dibelai-belai tersentuh lengannya itu, membuatku merasa
merinding-merinding lucu.
Tidak berapa lama, angkot tersebut tiba-tiba berhenti di perempatan, lalu aku melihat
sang sopir keluar dari angkotnya dan meninggalkan kami penumpangnya di dalam.
"Baru sadar kalo angkot suka ngetem." Ketikku melalui pesan singkat ke salah satu
temanku. Bukan karena aku tidak terbiasa naik angkot tapi karena aku belum pernah
naik angkot di jam sekolah seperti ini, jadi aku tidak tahu jika angkot bakalan ngetem di
perempatan ini. Pemuda yang mengenakan kemeja tangan pendek yang kancing-
kancingnya sengaja di lepas itu merubah posisi duduknya, sedikit mundur ke belakang.
Lengannya terselip di belakang lenganku. Entah disengaja atau tidak, ada permukaan
tangannya yang menyentuh bagian samping payudaraku. Sesekali, aku merasakan
tangannya itu bergerak-gerak, mendesak ke arah pinggir buah dadaku. Aku terdiam,
rasa merinding yang tadi terasa sepertinya memancing syaraf-syaraf sensitif di
permukaan payudaraku.
Merasa sudah menunggu terlalu lama, ibu-ibu yang di depanku itu sepertinya sudah tidak
bisa bersabar lagi. Dia bangkit sambil mengeluh dan pergi keluar dari angkot. Aku
melihat sekeliling angkot yang tinggal aku berdua dengan kakak mahasiswa ini. Aku
melihatnya selintas, namun dia terlihat seperti tertidur. Desis-desis dari earphonenya
tak lagi terdengar.
Awalnya, tas yang dipangku si kakak itu hanya bergeser ke pangkuanku tapi sedikit
demi sedikit malah justru naik menarik rok abu-abu pendekku. Aku masih tak beranjak,
tapi segera membetulkan rok sekolahku yang sedikit tertarik ke atas itu. Tidak lama
setelah itu, badan orang yang seperti tertidur itu tiba-tiba condong ke arahku,
menghimpit badan bagian kiriku. Bukannya menghindar, aku justru diam membiarkannya.
Jujur saja, rasanya cukup menyenangkan. Terhimpit oleh badan yang kekar berotot itu
rasanya seperti dipeluk cowok.
Lagi-lagi tas hitam yang setengahnya tertumpang di atas pahaku itu kembali bergeser,
memperlihatkan sebagian pahaku yang terlihat putih diterpa sinar matahari pagi dengan
rambut-rambut tipis yang berkilauan. Aku heran, lalu mengecek pemuda yang ceritanya
tertidur itu. Dia tak bergeming, aku pun lantas mengabaikan pahaku. Saat itu aku
berpikir, aku toh mengenakan celana pendek ketatku. "Biarin ajalah." Kataku dalam
hati, lagi pula memangnya apa menariknya paha anak sekolahan buat pemuda dewasa
seperti dia? Pahaku juga tak semenarik kakakku atau para pegawai bank atau remaja-
remaja gaul yang biasa ber-hotpants ria yang pahanya mulus tak berbulu.
15 menit berlalu, angkot ini masih tak bergerak, dengan jumlah penumpang yang tidak
bertambah. Aku sendiri belum beranjak dari samping kakak mahasiswa itu, mengusir
kejenuhan dengan bertukar SMS dengan temanku. Waktu itu twitter belum seterkenal
sekarang, hanya SMS satu-satunya media pembunuh kebosanan. Satu hal yang agak
mengganggu perhatianku saat itu adalah, aku merasakan sebuah tangan menempel di
atas lututku sebelah kiri. Aku masih diam, melihat orang itu masih seperti tertidur,
sepertinya tangan itu tak sengaja menyentuh lututku.
Tak lama kemudian, aku merasakan ada jemari yang bergerak menuju ujung rok pendek
abu-abuku yang membatasi setengah pahaku itu tapi kali ini aku tak bisa melihatnya
karena tertutup oleh tas hitam milik kakak itu. Sebelum aku bermaksud menyingkirkan
tangan itu, tiba-tiba jemari itu hinggap di pahaku pada bagian sisi yang agak dalam.
Perasaan merinding itu mendadak datang kembali. Teringat jika aku bermasturbasi, ada
perasaan merinding namun nikmat yang memburu dari dalam diriku.
Aku sendiri sudah mengenal masturbasi jauh sejak aku duduk di sekolah dasar. Awalnya
karena tak sengaja ketika sedang belajar di ruang keluarga, duduk di lantai sementara
buku dan tanganku ada di meja pendek, atau biasa disebut meja kopi. Aku tak
menyadari ketika selangkanganku menyentuh kaki meja itu. Entah awalnya seperti apa,
setiap kali aku menggoyangkan pantatku, bagian kemaluan yang menyentuh ujung kaki
meja itu terasa nikmat sekali. Sejak saat itu, aku berkali-kali melakukannya hingga di
usia yang sedang aku ceritakan ini. Tak hanya ujung kaki meja, semua benda nyaris
sudah pernah aku coba.
Kembali ke cerita angkot, pikiran soal masturbasi itu memancing hasratku, seperti aku
sedang ingin memuaskan diriku. Dasar aku waktu itu masih polos dan innocent, jemari
tangan itu tetap aku biarkan bergerak-gerak lembut di sana. Pikiranku dipenuhi oleh
rasa penasaran. Lama kelamaan, jamahan jemari tangan itu beranjak kian dalam,
berbanding lurus dengan kenikmatan yang aku rasakan. Rasa nikmat dari belaian seperti
itu belum pernah aku alami sebelumnya. Aku melihat sekeliling, was-was jika ada orang
yang menangkap basah aku tengah menikmati itu namun jalan terlalu sepi. Aku melihat
lagi kakak mahasiswa itu, posisi tubuhnya belum berubah, demikian juga dengan matanya
yang tetap terpejam itu. Diantara kebingungan apakah semua ini dilakukan orang itu
dengan sengaja atau tidak, aku justru membiarkan kejadian itu berlanjut.
Aku mulai merasakan tubuhku sedikit berkeringat tapi aku tak berani berbuat apa-apa.
Perlahan, kenikmatan yang timbul pada permukaan pahaku itu menjalar pada bagian-
bagian di sekeliling kemaluanku, ingin rasanya menggaruk bagian-bagian milikku di bawah
sana tapi tentu saja itu tidak mungkin. Beberapa bagian dari organ intimku mendadak
terasa menebal, seolah menanti disentuh seperti biasanya aku bermasturbasi. Aku juga
mulai merasakan permukaan bibir kelaminku yang membasah. Anehnya, sekali pun tidak
ada kontak langsung dengan kemaluanku, belaian-belaian itu serasa menyentuh organ-
organ intimku. Dan tiba-tiba kenikmatan itu bertambah banyak, mendera pikiran dan
kesadaranku. Mendadak otot-otot di sekeliling selangkanganku mengejang. Kenikmatan
itu akhirnya tiba pada puncaknya, menyerang bagian-bagian tubuhku penuh oleh rasa
nikmat.
"Aaaahh." Kataku dalam hati sembari menggigit bibirku saat aku tiba pada titik
orgasme itu.
Orgasme yang aneh dan baru pertama kali aku rasakan.
Sejak saat itu, aku lebih sering melakukan masturbasi tapi anehnya tak ada satu
percobaan pun yang bisa menyamai orgasme yang aku alami di angkot. Aku menjadi lebih
sering berangkat dan pulang naik angkot, berharap aku mengalami kejadian itu lagi.
Pengalaman itu pun cukup membuatku berubah. Sejak kejadian itu aku jadi lebih aktif
secara seksual dengan lawan jenis. Tapi tetap saja, hingga kini pengalaman itu menjadi
pengalaman terunik dan belum pernah terulang lagi hingga kini.
source: galau.biz
Home » Gratis » Cerita Panas Orgasme Aneh di Angkot || Cerita Panas | Cerita Seks | Cerita Masturbasi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)